Dari Beli Ayam Hingga Antar Anak Kepsek, Realitas Pahit Dunia Pendidikan

Teks foto 1: Ilustrasi dari realitas beban tenaga kerja pendidikan yang ada di sejumlah sekolah di Indonesia

Portalkaltim.com, Kutai Timur – Jagat media maya kembali dihebohkan dengan viralnya video dari media sosial (medsos) reels Instagram (IG) yang memperlihatkan sorotan atas perlakuan yang tidak manusiawi kepada para guru di sebuah sekolah di sekitar wilayah kota Bekasi.

Dalam tayangan yang diunggah pada Kamis (19/6/2025) itu mengungkapkan bahwa sejumlah guru yang mengundurkan diri secara massal di sekolah swasta elit tersebut, dikarenakan diberi job desk di luar kewajaran, seperti membeli ayam untuk anak kepala sekolah (kepsek), hingga mengantar jemput layaknya sopir pribadi.

Video yang memperlihatkan seorang guru berseragam Pegawai Negeri Sipil (PNS) meninggalkan ruangan dengan raut kecewa itu disertai dengan narasi tegas: “Guru bisa melakukan apa saja, tetapi guru bukanlah pembantu.”

Tak butuh waktu lama, unggahan tersebut telah ditonton sebanyak 726 ribu kali dan dibanjiri lebih dari 800 komentar, serta telah disukai 17 ribu lebih pengguna IG. Di kolom komentar, warganet menyuarakan empati dan kemarahan atas kondisi yang menimpa para tenaga pendidik tersebut.

Tak hanya sampai di situ, warganet juga memberikan pengalaman pahit mereka selama menjadi tenaga pekerja pendidikan baik di sekolah negeri maupun swasta yang ada di Indonesia.

“Sempat ada di posisi seperti itu, padahal sedang liburan di hari Minggu, ditelpon oleh kepsek dan disuruh beli snack serta minuman karena cucu-nya kepsek mau datang. Belanjaannya nanti disuruh digantung di gagang pintu, dan yang bikin kaget, kepala sekolahnya malah bilang: ‘Pakai uangmu dulu saja’,” ucap pengguna aplikasi IG dengan username @cyttaparamartha.

Tak hanya sampai di situ, keluh kesah para warganet yang pernah mendapatkan job desk yang di luar dari pekerjaan mereka sebagai tenaga kerja pendidik.

“Hahaha, saya dulu juga pernah ngerasain. Ketika dulu saya masih honor di suatu sekolah negeri. Kepseknya itu minta antar jemput ke saya, kadang disuruh membeli nasi uduk dulu buat anaknya sarapan. Kadang mampir ke pasar dulu untuk beli sayuran. Gaji yang diberikan itu baru nerima per tiga bulan sekali. Alhamdulillah 2019 ketrima PNS,” ujar username @saritayuana di kolom komentar.

curhatan salah satu tenaga pengajar pendidikan di kolom komentar aplikasi Instagram
curhatan salah satu tenaga pengajar pendidikan di kolom komentar aplikasi Instagram

Curhatan para warganet tersebut hanyalah sebagian kecil dari jeritan hati para guru-guru yang selama ini memilih diam, karena takut kehilangan pekerjaan atau merasa terancam. Namun lewat ruang digital ini, suara-suara yang sebelumnya tenggelam kini mulai bermunculan, membuka mata publik akan realitas yang pahit di balik profesi yang seharusnya mulia tersebut.

“One child, one teacher, one book, one pen can change the world” Merupakan kutipan dari aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Malala Yousafzai sang peraih Nobel Perdamaian dari Pakistan yang ketika waktu itu masih berusia 17 tahun.

Profesi guru bukan sekadar pekerjaan rutin, tetapi fondasi dari pembangunan peradaban. Berkaca dari negara-negara maju yang membuktikan bahwa menghormati dan melindungi profesi guru dapat menjamin masa depan bangsa. Ketika seorang guru diperlakukan tidak manusiawi, maka bukan hanya martabat pribadi yang direndahkan, tetapi juga masa depan generasi dan kualitas pendidikan ikut dipertaruhkan.

Sudah saatnya pemerintah, baik di pusat maupun daerah, berbenah dan bersikap tegas. Jangan hanya bicara soal “revolusi pendidikan” jika martabat gurunya tidak dilindungi. Jangan hanya menagih profesionalisme jika kesejahteraannya diabaikan. Dan jangan pula mempromosikan “kurikulum merdeka” jika yang mengajar justru diperlakukan sebagai pelayan pribadi. (TS)

Loading