Pengawasan Lingkungan Tambang Masih Lemah, DPRD Kaltim Minta Seleksi Izin Lebih Ketat

Firnadi Ikhsan, Anggota Komisi II DPRD Kaltim

Portalkaltim.com – Pengelolaan lingkungan pasca tambang kembali menjadi sorotan DPRD Kalimantan Timur. Firnadi Ikhsan, Anggota Komisi II DPRD Kaltim, menilai regulasi sudah cukup, namun pelaksanaannya masih lemah di lapangan dan perlu penguatan terutama di tahap awal pemberian izin.

Firnadi menegaskan bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang lingkungan harus menjadi pedoman utama untuk memastikan aktivitas pertambangan dikelola sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ia mengingatkan bahwa program pengelolaan lingkungan sebenarnya telah menjadi bagian dari perjanjian awal saat tambang beroperasi, termasuk dokumen Amdal.

“Ranperda lingkungan adalah bagaimana agar lingkungan itu dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selama ini tentu di awal para pelaku tambang, terutama yang berkaitan dengan tambangnya, itu sudah melaksanakan program pengelolaan lingkungan sesuai dengan perjanjian dalam Amdal dan sebagainya,” ujarnya.

Ia kemudian menyoroti lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan tanggung jawab pasca tambang, terutama untuk tambang-tambang yang berada dalam kewenangan daerah. Penutupan lubang tambang (void), perbaikan kerusakan, hingga fasilitas-fasilitas seperti paralon dan tanggul masih belum maksimal.

“Terkait dengan pasca tambang, tentu penegakan lingkungan jawabannya. Jika itu dalam kewenangan pemerintah daerah terkait dengan IUP yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, maka kita harus serius dalam penegakan lingkungannya—untuk void, lubang-lubang tambang, memperbaiki kerusakan-kerusakan, paralon, sobel, dan sebagainya yang diperlukan tambang,” jelasnya.

Firnadi menyebut bahwa persoalan ini kini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera ditangani, baik oleh pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi. Namun ia juga menyadari adanya keterbatasan, terutama terhadap tambang-tambang besar yang izinnya berada di pemerintah pusat.

“Ini yang hari ini jadi PR pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi, jika itu ada di kita kewenangannya. Tapi sekarang, apabila itu PKP2B, kan punya pusat,” tambahnya.

Ia menyampaikan keprihatinan karena saat ini masyarakat daerah hanya ‘menerima warisan kerusakan’ dari pertambangan yang tidak dikelola secara berkelanjutan. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya ketelitian dalam proses uji lingkungan di tahap awal.

“Sebenarnya kita yang sekarang menikmati bagian ininya—apa, kerusakannya. Maka pemerintah provinsi, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup, di awal harus benar-benar selektif dalam mengerjakan uji lingkungan,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa jika sejak awal tidak ada gambaran atau kejelasan tentang bagaimana penyelesaian akhir tambang akan dilakukan, maka izin seharusnya tidak diberikan begitu saja. Sikap tegas itu, menurutnya, bagian dari bentuk tanggung jawab terhadap keberlanjutan lingkungan.

“Kalau tidak ada kejelasan tentang penyelesaian akhir dari penutupan tambang dan pengelolaan lingkungan, ya pikir-pikir dulu kalau mau beri izinnya,” tutupnya.

Loading