Kisah Pilu Dua Kakak Beradik Korban Asusila, Lahir Semangat Ruang Bersama Indonesia
Portalkaltim.com, Kutai Timur – Tangis masa kecil yang direnggut diam-diam di sebuah desa, dua tahun silam, menjadi titik tolak lahirnya Ruang Bersama Indonesia (RBI). Di hadapan para pemangku kepentingan Kutai Timur, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia (RI) Arifah Fauzi mengisahkan kembali tragedi itu.
Kisah ini bukan sekadar untuk mengenang, tapi sebagai pengingat bahwa perlindungan terhadap anak dan perempuan tak bisa ditunda lagi.
Kasus itu terjadi di sebuah kabupaten yang tidak disebutkan Arifah demi menjaga kerahasian. Dua kakak beradik perempuan berusia delapan dan sepuluh tahun menjadi korban kekerasan seksual. Bertahun-tahun berlalu tanpa keadilan. Ketika kasus ini akhirnya mencuat ke ruang publik, sehingga Kementerian PPPA turun langsung.
Di sana, Arifah bertemu salah satu terduga pelaku. Betapa terkejutnya ia, sebab pelaku itu hanyalah remaja 14 tahun. Ketika ditanya, sang anak menjawab bahwa apa yang dilakukannya berasal dari tontonan yang ia akses melalui ponsel temannya.
“Delapan anak menonton bersama di rumah salah satunya. Ibunya tahu, tapi menyangka mereka sedang belajar,” tutur Arifah.
Ia menyayangkan bagaimana lingkungan, termasuk keluarga, gagal menjalankan peran pengawasan dan komunikasi yang aman.
Puncaknya, adik dari dua kakak beradik itu hamil dan melahirkan. Bayi berusia delapan bulan itu pun menjadi saksi bisu dari buruknya sistem perlindungan. Sang anak bahkan sempat dinikahkan dengan salah satu terduga pelaku, meski kemudian tes DNA membuktikan pelaku sebenarnya bukan dia.
“Terduga pelakunya lebih dari 10 orang. Ini bukan hanya perkara hukum, tapi soal nurani sosial yang tumpul,” tegas Arifah.
Dari kasus itu, lahirlah ide untuk membentuk RBI, sebuah ruang kolaboratif yang memungkinkan masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan bergerak bersama.
Di Kutai Timur, RBI resmi diluncurkan pada Selasa (13/5/2025), menjadikannya lokasi ketujuh di Indonesia, dan satu-satunya di Kalimantan Timur (Kaltim).

Arifah menyebut Kutai Timur memiliki potensi kuat sebagai percontohan nasional. Infrastruktur sudah memadai, tinggal mendorong penguatan sumber daya manusianya.
“Kalau daerah lain masih kesulitan fasilitas, di sini tinggal mengaktifkan partisipasi SDM. Kita hanya perlu nyolek sedikit,” ujarnya.
Ia berharap RBI benar-benar menjadi ruang yang aman, mendengar, dan memberdayakan, agar tak ada lagi anak yang dibiarkan berjuang sendiri dalam sunyi. (SH)
