Kekerasan Perempuan dan Anak di Kaltim Diprediksi Tembus 1.300 Kasus
Portalkaltim.com, Samarinda – Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur (Kaltim) terus mengkhawatirkan. Hingga 31 Agustus 2025, tercatat 916 kasus atau rata-rata 114 kasus setiap bulan. Artinya, setiap hari ada 3 hingga 4 kejadian kekerasan.
Jika tren ini berlanjut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kaltim Noryani Sorayalita memprediksi angka tersebut bisa menembus 1.200 hingga 1.300 kasus pada akhir tahun.
Dari data Simfoni PPA, jumlah korban yang tercatat mencapai 996 orang, dengan rata-rata 4 hingga 5 korban setiap hari. Lebih ironis, 60 persen korban adalah anak-anak, sementara sisanya perempuan dewasa.
“Kita harus waspada, karena sekitar 70 persen pelaku justru orang dekat korban. Dari 16 kasus, 15 di antaranya dilakukan oleh orang yang dikenal,” ujar Noryani di Hotel Puri Senyiur Samarinda, Rabu (24/9/2025).

Ia menegaskan bahwa persoalan kekerasan tidak bisa hanya ditangani pemerintah, melainkan membutuhkan peran aktif masyarakat. Meski pada 2024 sempat terjadi penurunan dari 1.108 menjadi 1.002 kasus, lonjakan kembali terlihat di tahun 2025.
Kompleksitas Kalimantan Timur sebagai daerah tujuan migrasi, terlebih dengan adanya Ibu Kota Nusantara (IKN), menurutnya membuat tantangan semakin besar.
“Kaltim ini miniatur Indonesia, dengan beragam suku dan budaya. Maka pencegahannya harus melibatkan jejaring, komunikasi, dan partisipasi seluruh elemen,” tegasnya.
Noryani juga menyoroti bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami bentuk kekerasan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Mulai dari pemaksaan pernikahan hingga pemaksaan kontrasepsi, kini bisa dipidana.
Karena itu, DP3A Kaltim terus mendorong edukasi, membentuk UPTD PPA di kabupaten/kota, serta menyediakan call center pengaduan untuk memperkuat perlindungan.
“Kita harus sinergi. Penanganan penting, tetapi yang lebih utama adalah pencegahan. Semakin banyak masyarakat berani speak up, maka semakin cepat kita bisa menindaklanjuti laporan kekerasan,” pungkasnya.
Rapat kerja tersebut diharapkan menghasilkan rekomendasi yang bisa diterjemahkan menjadi kebijakan nyata, baik dari sisi pencegahan maupun penanganan, demi menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi perempuan dan anak di Kalimantan Timur. (SH)
