Dituding Aniaya Balita: Panti Sosial Bantah Keras, OPD Sibuk Membenarkan Diri
Portalkaltim.com, Samarinda — Potret pilu kembali mencoreng wajah perlindungan anak di Samarinda. Seorang balita berinisial N usia 4 tahun, diduga menjadi korban kekerasan fisik dan penelantaran di sebuah yayasan sosial.
Kondisinya saat ditemukan sangat mengkhawatirkan, meninggalkan banyak pertanyaan tentang pengawasan terhadap lembaga sosial anak di Kalimantan Timur (Kaltim).
Reni Lestari, warga yang kini mengasuh N, menjadi saksi pertama atas penderitaan balita itu. Reni menceritakan kondisi N yang saat itu dalam keadaan mengenaskan rambut penuh kutu, luka terbuka di sisi tubuh, benjolan besar di kepala, tubuh dipenuhi koreng, dan perut bengkak.
Hal yang membuatnya pilu adanya benjolan besar di kepala yang menyerupai daging mencuat. Pengakuan yayasan kepada Reni, N yang menderita epilepsi dan ADHD kerap kali membenturkan kepala sendiri ketika epilepsinya kambuh.
Tetapi, Reni yang sudah tinggal beberapa waktu bersama N, tidak mendapati hal tersebut. Walau kambuh, epilepsi N tidak pernah membuatnya membenturkan kepala sendiri.
“Kondisinya seperti tidak pernah dirawat. Saya tidak tega. Saat itu juga saya laporkan ke UPTD PPA Kaltim,” ujar Reni dalam hearing bersama DPRD Samarinda dan instansi terkait di Gedung DPRD Samarinda, Rabu (2/7/2025).

Sayangnya, alih-alih mendapat penanganan cepat, laporan tersebut justru berujung pada perpindahan tanggung jawab antarinstansi dari UPTD ke Dinas Sosial (Dinsos).
Hingga kini, kasus ini belum menunjukkan kemajuan berarti. Hasil visum yang sangat krusial pun belum diterbitkan, padahal sudah dilakukan sejak 13 Mei 2025.
Mirisnya lagi, hasil laboratorium menunjukkan kadar hemoglobin N hanya 7,8 atau jauh di bawah standar normal untuk anak-anak (16).
N kini berada dalam pemulihan di bawah pengasuhan Reni yang telah memperoleh hak asuh sementara dari ibu kandung N alias Mayang.
“Saya hanya ingin N sehat dan mendapatkan tempat yang layak. Tapi dia butuh terapi, dan kami terus menunggu hasil visum,” imbuh Reni.
Menanggapi dugaan penganiayaan yang dilayangkan kepada pihak yayasan, Bendahara Yayasan FJDK Samarinda Ayu membantah hal tersebut.

Tak menampik terkait kondisi N, pihaknya mengaku bersalah atas ketidaktelitian dalam hal kebersihan, yang disebabkan kurangnya tenaga mengurus panti. Puluhan balita, ODGJ dan lansia terlantar, harus ditangani oleh belasan dari mereka yang berdiri sendiri tanpa bantuan pemerintah.
Perihal benjolan besar di kepala sebelah kanan N, Ayu menjelaskan tidak satupun dari pengurus panti yang melakukan kekerasan sampai tega membenturkan kepala balita tak berdosa itu. Ia mengatakan N sering membenturkan kepala ke dinding ketika kejang terjadi.
“Tidak ada kami membenturkan. Kalau terkait koreng dan kutu itu adalah hal wajar. Karena satu kena, semua kena. Jadi bukan hanya N yang berkoreng dan berkutu, beberapa ada,” jelas Ayu.
Sedikit saja hal berbeda terjadi, pohak yayasan akan berkomunikasi dengan ibu kandung N atau Mayang. Ayu menekankan bahwa pihaknya sudah sering kali meminta Mayang membawa kembali N, karena tak sanggup merawatnya. Tetapi Mayang bersikeras dengan alasan bekerja dan tak ada sanak keluarga di Samarinda.
“Bahkan kami dibohongi sama mamanya. Dia ngekos dekat sekali dengan panti, tapi dia mengatakan sama kami ngekos di Sungai Kunjang (jauh dari panti) dan kami dibohongi selama 1 tahun,” ungkap Ayu atas kebohongan Mayang.
Setelah semua perjuangan mereka merawat N, Ayu menyayangkan sikap Mayang dan Reni yang menuduh mereka melakukan penganiayaan. Kendati demikian, Ayu dan pihak yayasan FJDK akan mengikuti prosedur yang berlaku apabila memang terdapat kelalaian.
Di sisi lain, Mayang mengakui semua pernyataan Reni dan Yayasan FJDK Samarinda terkait dirinya yang melakukan kebohongan. Dirinya terpaksa melakukan hal tersebut demi mencari nafkah bagi keluarganya yang berada di kampung dan demi N, anak disabilitas semata wayangnya.
“Benar. Saya titip karena bekerja untuk keluarga di kampung. Saya single mom,” tutur Mayang singkat sambil tertunduk lesu.
Di samping itu, Kuasa Hukum Reni Lestari Antonius Pradanama menyatakan pihaknya tengah menunggu hasil visum yang masih berada di RSUD Abdoel Wahab Sjahranie.
Selama diskusi bersama organisasi perangkat daerah (OPD) yang hadir, seperti Dinsos Samarinda, Dinsos Kaltim, UPTD PPA, Polsek, pihak RSUD AWS, Antonius tidak puas atas respon yang diberikan. Menurutnya, para OPD hanya sibuk curhat dan tidak melihat sisi urgensi diskusi, di mana N membutuhkan perhatian semua pihak.
“Dalam proses tadi ada hal yang kami sesalkan karena semua OPD sibuk curhat atau membenarkan diri. Padahal harapannya ada timbul sisi kemanusiaan dan dukungan,” sebutnya dengan kecewa.
Antonius menantikan hasil terkait apakah benar terjadi tindak penganiayaan kepada N. Apabila benar, maka akan diproses sesuai hukum yang berlaku. (SH)
