
Jangan Tertipu Konten Palsu! Kaltim Folks dan Tempo Institute Edukasi Soal Deepfake
Portalkaltim.com, Samarinda – Maraknya peredaran konten palsu berbasis kecerdasan buatan atau dikenal dengan istilah “deepfake” di media sosial (medsos) menimbulkan keresahan di kalangan warganet, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Video, foto, hingga rekaman suara hasil manipulasi digital yang sangat meyakinkan, kini kian mudah tersebar luas, menciptakan kebingungan, hoaks, bahkan merusak reputasi tokoh publik dan institusi.
Fenomena ini tidak hanya mengancam kredibilitas informasi, tetapi juga membuka celah penyalahgunaan teknologi untuk tujuan penipuan, propaganda politik, hingga pemerasan.
Kecepatan penyebaran konten deepfake melalui platform digital dinilai lebih cepat dari kemampuan deteksi dan klarifikasi publik, sehingga mendorong berbagai pihak menyerukan pentingnya regulasi, edukasi literasi digital, serta penguatan sistem verifikasi konten di ruang siber.
Untuk itu, Kaltim Folks bersama Tempo Institute bekerja sama menumbuhkan agen-agen anti hoaks lewat workshop “Membongkar Konten Penipuan Hasil Kecerdasan Buatan”.
Acara yang berlangsung di Hidden Sports Club Citraland City The Orchard, Samarinda, pada Sabtu (21/6/2025) itu menyaring 60 dari 300 peserta yang mendaftar. Puluhan peserta dilibatkan secara aktif untuk mengetahui cara memerangi konten hoaks.
Membuka acara, Perwakilan Tempo Institute Jefry Adhipradana atau yang akrab disapa Jef itu menyampaikan rasa senangnya akan kehadiran partisipan. Pentingnya mengetahui bagaimana deepfake mulai merajalela, sudah seharusnya banyak masyarakat yang melek akan hal ini.
Guna mendapatkan pengalaman terbaik, Tempo Institute tidak memberikan ilmu secara satu arah, melainkan dua arah, yakni siapapun bisa menjadi narasumber. Partisipan amat antusias memberikan pengalaman dan interaksi amat kental hingga akhir.
Di kesempatan ini juga, peserta diminta menuliskan harapan dan kekhawatiran mereka sebelum memulai sesi sharing session. Ada yang menuliskan, berharap bisa lebih kritis dan menerima informasi, dan ada yang khawatir akan merebaknya deefake hingga menjerumuskan keluarga mereka.
“Pengen dapat insight baru serta lebih selektif terhadap AI dan takut terjebak dalam kepalsuan dan penipuan, serta khawatir mudah ditipu deep fake,” ujar Jef membacakan harapan dan kekhawatiran peserta.
Di samping itu, Perwakilan Kaltim Folks George Dasilvo yang sekaligus pemateri menjelaskan tentang tren manipulasi dengan kecerdasan buatan. Artificial Intelligence (AI) memang sangat tren belakangan ini. Banyak orang yang memanfaatkannya untuk memudahkan pekerjaan mereka, bahkan ada yang berbuat kejahatan dengannya.

AI Generatif adalah kecerdasan buatan yang dapat menghasilkan gambar, teks, video, musik dan audio untuk sebuah konten baru ini kerap kali disalahgunakan menjadi deepfake.
Misal saja, seorang pemuka agama yang terkenal dengan kesantunannya, diedit sedemikian rupa mengenakan pakaian bermerek dan mahal. Tentu saja, hasil editan yang terlihat nyata ini bertujuan untuk merusak citra publik tokoh tersebut.
“Tujuannya apa? Bisa saja untuk menipu, menghilangkan citra baik seseorang yang terkena deepfake, bisa menabrak opini publik,” kata George.
Deepfake sendiri terbagi menjadi tiga bagiannya, yakni operasi pengaruh, penipuan, dan pornografi. Operasi pengaruh sendiri dibuat untuk mempengaruhi opini publik terhadap sesuatu atau seseorang. Penipuan, dengan keinginan kuat mendapat keuntungan finansial, deepfake sering menyeret korban yang mudah dipengaruhi. Pornografi sendiri dibuat untuk merusak citra seseorang dengan tujuan pemerasan atau faktor dendam.
“Platform yang digunakan medsos seperti Facebook, TikTok, Instagram, Twitter atau sekarang X,” jelasnya.
Sementara itu, Perwakilan Tempo Institute Artika Farmita membocorkan cara mengindentifikasi dan membongkar konten manipulasi kecerdasan buatan.

Sebuah kejahatan, disebutkannya tidak lah mungkin sempurna. Selalu ada celah untuk mengungkapkan kebenaran. Salah satunya, bersikap skeptis dan memverifikasi kebenaran. Bersikap skeptis artinya tidak langsung mempercayai sebuah informasi itu benar, sebelum memverifikasi bahwa itu benar.
“Apapun yang kita terima harus diverifikasi, apapun itu harus skeptis alias informasi bisa benar, bisa salah, sebelum verifikasi,” tegas Tika sapaan akrabnya.
Ada beberapa cara memverifikasi kebenaran sebuah informasi. Tika mengatakan, warganet bisa menggunakan mesin pencarian Google dengan menulis “in site” ditambah tempat mencari informasi kredibel.
“Tips menelusuri hasil cek fakta do situs tertentu dengan cepat, misal ‘Chemtrail sebabkan TBC in site: tempo.co’,” sebutnya.
Kemudian, ada cara menggunakan Google Lens, Google Image yang bisa melihat kebenaran tempat dan lokasi hanya dengan scan foto. Untuk memverifikasi gambar wajah tokoh tertentu, bisa menggunakan website Yandex.
Lebih lanjut, ada cara mengetahui deepfake hasil AI menggunakan AI lain berbasis audio, video dan foto, misalnya Hive Moderation, AI or Not, dan AI Voice Detector. Deteksi keaslian teks bisa memakai ZeroGPT, dan Trinitin.
Warganet bisa mengakses website-website tersebut secara gratis. Kendati demikian, berbagai fitur komplit hanya bisa didapat berbayar. Ada batasan di beberapa fitur. (SH)
