Telen, Permata Pedalaman Kutai Timur yang Mulai Bersinar

Waduk Bumi Lestari Telen

Portalkaltim.com, Kutai Timur – Di balik hijaunya hutan dan tenangnya aliran sungai, Kecamatan Telen menyimpan potensi luar biasa yang perlahan mulai terkuak.

Wilayah yang dulunya identik dengan keterisolasian kini menampakkan wajah baru, yakni kaya akan potensi wisata, kerajinan tradisional, serta geliat ekonomi dari sektor pertanian dan infrastruktur yang terus berkembang.

Pesona alam Telen menyapa dari Desa Juk Ayaq. Di sanalah Bendungan Juk Ayaq berdiri megah, menjadi nadi bagi kehidupan masyarakat. Tak hanya berfungsi sebagai sumber irigasi bagi lahan sawah seluas puluhan hektare, bendungan ini juga menyimpan pesona wisata air yang menenangkan.

Kecamatan Telen
Kecamatan Telen

Jika dikelola optimal oleh dinas terkait, bendungan ini bisa menjadi ikon wisata baru yang menggabungkan keindahan alam dengan ketahanan pangan lokal.

“Kalau dikelola maksimal, bisa punya dua fungsi: ketahanan pangan sawah dan objek wisata,” ujar Camat Telen, Petrus Ivung.

Tak jauh dari sana, di Desa Marah Haloq dan sekitarnya, berdiri tebing-tebing batu alami yang dikenal sebagai Batu Dinding Telen, sebuah keindahan geologis yang masih alami dan belum tersentuh.

Di sisi lain, Waduk Bumi Lestari menghadirkan suasana damai yang cocok untuk wisata keluarga. Keindahan ini seolah menyapa siapa pun yang datang ke Telen, menawarkan ketenangan di tengah alam Kalimantan Timur.

Selain pesona wisata, kehidupan masyarakat Telen juga menggeliat lewat kreativitas pelaku UMKM. Di Long Melah dan Long Noran, warga masih menjaga tradisi leluhur melalui pembuatan Topi Kayan, kerajinan khas suku Dayak Kayan yang bernilai tinggi.

Dibuat dengan tangan dan teknik tradisional, topi ini dijual dengan harga mencapai Rp400 ribu, menjadi simbol keuletan budaya yang tetap hidup di era modern.

“Topi khas Dayak Kayan disebut Topi Kayan, dibuat di Long Melah dan Long Noran. Harganya lumayan mahal karena dibuat tradisional,” terang Petrus.

Camat Telen Petrus Ivung
Camat Telen Petrus Ivung

Tak berhenti di situ, tangan-tangan ibu di Long Noran juga menghasilkan batik dan anyaman surawung yang mulai menarik perhatian pasar lokal. Karya ini bukan hanya produk ekonomi, tapi juga simbol ketekunan perempuan Telen dalam menjaga budaya dan menambah penghasilan keluarga.

Namun denyut kehidupan Telen tetap berakar kuat pada sawah dan ladang. Di Desa Juk Ayaq, petani menggarap sawah seluas 16 hektare untuk memenuhi kebutuhan beras lokal.

Belum ada ekspor keluar wilayah karena sebagian hasil digunakan untuk konsumsi masyarakat sendiri. Tantangan utama datang dari alam, banjir yang kerap melanda membuat sebagian petani gagal panen.

“Wilayah ini masih sering banjir jadi gagal panen. Hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan sendiri,” ujar Petrus.

Kondisi serupa terjadi di Muara Pantun, di mana lahan lebih cocok untuk tambak karena cepat tergenang air. Meski begitu, harapan baru muncul di Desa Batu Redi, yang kini disiapkan sebagai lahan sawah baru seluas 2–5 hektare. Bila tidak terjadi banjir besar, lahan ini diyakini bisa mendukung ketahanan pangan lokal di masa depan.

Di sisi lain, pembangunan infrastruktur menjadi fondasi perubahan nyata di Telen. Jalan antarwilayah yang dulu sempit kini sudah mulai melebar.

Desa Kernyanyan menjadi contoh keberhasilan pembukaan badan jalan, yang kini bisa dilalui dua hingga tiga kendaraan sekaligus. Sementara di wilayah Long Noran, Long Segar, dan Long Melah, pengerasan jalan sudah dilakukan meski belum sampai tahap pengaspalan.

“Dulu hanya cukup untuk satu mobil, sekarang sudah bisa dua sampai tiga mobil berselisih. Ini kerja sama antara warga dan perusahaan sekitar,” kata Petrus.

Pembangunan jembatan Telen juga terus berlanjut. Proyek besar yang sempat tertunda kini tinggal menyisakan satu tiang sebelum rampung.

Bila selesai, jembatan ini akan membuka akses besar hingga ke Busang, Merapun, Long Mesangat, bahkan ke Samarinda. Waktu tempuh yang biasanya 9–10 jam akan berkurang drastis menjadi hanya sekitar 6 jam saja.

Tak hanya jalan dan jembatan, Telen juga telah menikmati kemajuan di sektor energi. Delapan desa kini sudah teraliri listrik 24 jam, meski beberapa titik di Juk Ayak masih membutuhkan tambahan tiang sepanjang 7–10 kilometer agar distribusi lebih merata.

“Sekarang listriknya sudah 24 jam, tapi daerah Juk Ayak masih perlu penambahan tiang sekitar tujuh kilometer,” jelasnya.

Sementara itu, program air bersih perlahan menjangkau masyarakat. Desa Jombang menjadi satu-satunya yang sudah terlayani PDAM, sedangkan desa lainnya masih mengandalkan sumur dan program Pamsimas.

Program ini sudah berjalan di Long Segar dan Long Noran, dan direncanakan menjangkau Desa Krayan Jaya.

“Kalau PDAM bisa masuk, tiga desa itu bisa terlayani penuh,” ungkap Petrus.

Namun satu tantangan besar masih tersisa: jaringan internet. Desa Long Noran hingga kini masih menjadi wilayah blank spot, meski sudah ada tambahan menara di sekitar kantor desa.

Petrus berharap tambahan satu tower lagi dapat mengatasi keterbatasan sinyal yang masih menghambat komunikasi dan kegiatan digital masyarakat.

“Yang belum terjangkau hanya Desa Long Noran. Sepertinya masih perlu satu tower lagi di sekitar sana,” katanya.

Kini, wajah Telen perlahan berubah. Dari wilayah yang dulu terisolasi, Telen tumbuh menjadi kecamatan yang bergerak maju dengan semangat masyarakatnya yang pantang menyerah.

Dari sawah, hutan, hingga bengkel-bengkel kecil pengrajin, kehidupan di Telen terus berdenyut, membangun harapan bahwa pedalaman Kutai Timur pun bisa bersinar terang, seterang listrik yang kini menyala sepanjang malam. (SH).

Loading