Kutim Jadi Lokasi Strategis Pabrik Biodiesel, Investasi Rp3 Triliun Menanti
Portalkaltim.com, Samarinda – Kabupaten Kutai Timur (Kutim) dianggap sebagai lokasi strategis akan pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Hal ini dipaparkan langsung oleh tim konsultan Sucofindo dalam sosialisasi Investment Project Ready to Offer (IPRO).
Tim konsultan Sucofindo Muhammad Nashar menyampaikan bahwa pembangunan pabrik biodiesel di Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK) Kutim, berpotensi dapat menyerap investasi hingga Rp3 triliun, dengan proyeksi kapasitas produksi 300 ribu ton per tahun.
Bukan tanpa alasan Kutim dipandang strategis. Selain ketersediaan bahan baku Crude Palm Oil (CPO/kelapa sawit) yang melimpah, daerah ini juga dinilai punya keunggulan lokasi yang strategis, seperti dekat dengan pelabuhan, serta relatif jauh dari permukiman warga.
Kondisi ini berbeda dengan kawasan industri di Jawa yang padat, sehingga sering bersinggungan dengan fasilitas umum lainnya dan juga terdapat oknum organisasi masyarakat (ormas) yang melakukan pungutan liar (pungli).
Secara teknis, pabrik tersebut akan menghasilkan biodiesel sekitar 291 ribu ton per tahun, dengan produk samping berupa gliserol.
Proses produksi melalui tiga tahapan utama, yakni pemanasan, pemisahan, dan refinement, yang seluruhnya mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI), hasil adopsi dari Eropa.
“Investasi ini diperkirakan mencapai 150–200 juta dolar AS (Amerika Serikat) atau setara Rp2,5–2,7 triliun. Kalau ditambah operasional, total bisa menembus Rp3 triliun,” ungkap Muhammad Nashar di Hotel Grand Sawit Samarinda, Selasa (16/9/2025).
Dari sisi tenaga kerja, pabrik skala ini membutuhkan 150–160 orang, mulai dari level direksi hingga staf teknis. Kebutuhan energi juga tidak kecil, yakni sekitar 30 Megawatt (MW) listrik dari PLN dan air 200 liter per detik, ditambah dengan pengelolaan limbah cair yang bisa mencapai 437 liter per hari.
Secara finansial, proyek ini dianggap layak. Perhitungan menunjukkan Internal Rate of Return (IRR) 13,56 persen, lebih tinggi dari Weighted Average Cost of Capital (WACC) 9,8 persen. Payback period diperkirakan sekitar 10 tahun. Struktur pendanaan sendiri direncanakan 70 persen pinjaman dan 30 persen modal investor.
Namun, terdapat sejumlah risiko yang perlu diwaspadai, mulai dari fluktuasi harga CPO, perubahan kebijakan pajak, hingga potensi bencana banjir dan hambatan logistik.
Untuk itu, strategi mitigasi seperti instrumen hedging, insentif fiskal dari Pemerintah Daerah (Pemda), serta dukungan infrastruktur konektivitas ke pelabuhan dan jalur kereta api dianggap krusial.
Apabila terealisasi, pabrik biodiesel Kutim diproyeksikan tidak hanya menyerap tenaga kerja lokal, tetapi juga mendukung pembangunan desa lewat program Corporate Social Responsibility (CSR) pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
“Ini bukan sekadar investasi energi, tapi investasi masa depan Kutim,” pungkasnya. (TS)
