Penguatan Kelembagaan Mitra Kerja, Bawaslu Kaltim Harapkan Peningkatan Partisipasi Demokrasi di Masyarakat

Penguatan Kelembagaan Bawaslu Bersama Mitra Kerja Bawaslu Kaltim "Peningkatan Peran Serta dan Partisipasi Masyarakat Dalam Mengawal Demokrasi di Provinsi Kaltim".

Portalkaltim.com, Samarinda – Pentingnya penguatan kelembagaan bersama mitra kerja, membuat Badan pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar acara tajuk “Peningkatan Peran Serta dan Partisipasi Masyarakat Dalam Mengawal Demokrasi di Provinsi Kaltim”.

Anggota Bawaslu Kaltim Daini Rahmat berbagai platform yang kami miliki masyarakat banyak memberikan masukan dan kami akan memberikan tanggapan. Dari 7.670 laki laki ada 46 persen atau sebanyak 3560 orang terlibat dalam pemilihan dan perempuan sebanyak 4110 orang atau 54 persen antusias.

Partisipasi pemilih target di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim 77,5 persen. Tetapi partisipasi pemilih baru terealisasi 69,18 persen, dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) 2.821.202 orang.

“Fokus pengawasan logistik itu monitoring kita laksanakan mulai dari awal hingga ke TPS, kalau ada yang salah dan kurang kita bisa antisipasi,” katanya di Hotel Bumi Senyiur pada Senin (25/8/2025).

Dalam kesempatan itu, narasumber sekaligus Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Barat periode 2018-2023 Abdullah Dahlan mengevaluasi dan memproyeksikan menakar peran ideal bawaslu pasca-pemilu.

Menurutnya, Bawaslu punya peran strategis menstabilkan dan menjaga bagaimana Pemilu bisa berjalan jujur dan adil. Bawaslu adalah lembaga terpercaya yang mengambil peran penting, yakni menjaga stabilitas Pemilu.

“Januari 2023 sampai Januari 2025, daei Litbang Kompas, angkanya positif terhadap Bawaslu. Yang mana hasil kerja dari public trust-nya tinggi,” ujarnya.

Dikatakannya bahwa Bawaslu menemukan sebanyak 1.134 pelanggaran dalam Pemilu dan mendapatkan laporan dari masyarakat sebanyak 3.411 pelanggaran. Hal ini dijelaskan Abdullah sebagai cerminan tingginya partisipasi masyarakat.

Di sisi lain, Tenaga Ahli DPR RI Yogo Pamungkas menjabarkan terkait evaluasi penyelenggaraan pengawasan pemilu dan pemilihan. Adanya politik uang yang masih kental terjadi dan masih tinggi terjadi. Dampaknya akan merusak demokrasi dan menghasilkan pemimpin tidak akuntabel.

Ada juga teknologi Sirekap yang masih banyak terkendala di daerah pedalaman. Hal ini berdampak keterlambatan upload dan rekapitulasi, potensi kecurigaan semakin tinggi. Ia meminta agar teknologi tersebut dapat dimatangkan sebelum dipakai.

“Partisipasi masyarakat relatif tinggi mencapai 79 persen. Tapi kesadaran hukum pemilih masih rendah dan rentan hoaks,” pungkas Yogo. (SH)

Loading