Komite I DPD RI Kaltim Komitmenkan Soal Pemilu, Revisi UU Pemda, Masyarakat Adat dan DOB

Konferensi pers Komite I DPD RI Kaltim bersama media

Portalkaltim.com, Samarinda – Ketua Komite I DPD RI daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Timur (Kaltim) dr Andi Sofyan Hasdam menyampaikan empat isu strategis yang tengah menjadi fokus utama pembahasan di tingkat nasional.

Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor DPD RI Kaltim, Selasa (5/8/2025), ia menjelaskan terkait peran penting daerah dalam menyuarakan kepentingan masyarakat, mulai dari sistem pemilu hingga pemekaran daerah otonomi baru (DOB).

Andi Sofyan mengawali dengan membahas sistem pemilu yang saat ini tengah menjadi perhatian, terutama setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilu pusat dan daerah.

“Pemilu yang lalu digabung antara pusat dan daerah, padahal seharusnya ini dua hal yang berbeda. MK sudah memutuskan bahwa pemilu pusat dan daerah seharusnya tidak diselenggarakan di tahun yang sama karena pertimbangan administratif,” jelasnya.

Ketua Komite I DPD RI dapil Kaltim dr Andi Sofyan Hasdam
Ketua Komite I DPD RI dapil Kaltim dr Andi Sofyan Hasdam

Namun, kendalanya adalah kewenangan perubahan Undang-Undang (UU) Pemilu berada di tangan DPR RI. Beberapa pakar hukum juga menyebut kondisi ini rentan melanggar aturan yang menekankan asas demokratis dalam pemilihan.

“Persoalannya bukan sekadar teknis, tapi ini menyentuh prinsip demokrasi. Kita harus cari solusi terbaik,” tegas Andi.

Isu kedua menyentuh kemungkinan perubahan skema pemilihan kepala daerah, apakah akan tetap langsung oleh rakyat atau kembali dipilih DPRD.

“Waktu itu rakyat kita belum terlalu paham, banyak yang buta huruf. Tapi kemudian SBY membuka pintu pemilihan langsung pada 2004. Sekarang kalau dikembalikan ke DPRD, bisa menimbulkan gejolak,” katanya.

Menurutnya, jika pemilu langsung tetap dipertahankan, maka pengawasan terhadap praktik politik uang harus diperkuat secara serius.

Isu ketiga menyangkut revisi Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Andi menyampaikan bahwa semangat desentralisasi harus dikembalikan kepada substansi otonomi daerah.

“Di era Orde Baru, semuanya sentralistik. Kekayaan daerah seperti tambang, migas, semua mengalir ke pusat. Hanya sedikit yang kembali ke daerah,” tegasnya.

Menurutnya, semangat reformasi harus dikembalikan dengan memberi kewenangan lebih besar kepada daerah dalam mengelola sumber dayanya sendiri.

“Kita ingin tambang dan sumber daya alam dikelola provinsi, bukan semua ke Jakarta,” katanya. Ini menjadi salah satu poin utama dalam revisi UU yang saat ini tengah digodok.

Isu terakhir yang disorotinya adalah pengesahan UU Masyarakat Adat, UU Daerah Kepulauan, dan terutama pemekaran daerah otonomi baru (DOB). Saat ini tercatat ada 314 usulan DOB di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dengan 188 di antaranya sudah masuk ke DPD RI.

“Sejak era Pak JK sampai Pak Ma’ruf Amin, moratorium DOB masih berlaku, kecuali untuk Papua. Sudah saatnya kita buka kembali moratorium ini,” ujar Andi.

DOB dinilai penting sebagai sarana mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, terutama di wilayah yang secara geografis sulit dijangkau.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa DOB tidak otomatis menjadi kabupaten/kota, karena harus melalui masa percobaan dua tahun dan memenuhi sejumlah syarat administratif, termasuk persetujuan gubernur dan DPRD.

Adapun di Kaltim sendiri terdapat delapan perencanaan DOB. Andi Sofyan mengungkapkan, enam dari delapan DOB, tidak terlihat bakal terjadi. Kedelapan DOB ini sebagai berikut:

1. Berau Pesisir Selatan. Statusnya belum jelas karena bupati setempat belum menyatakan persetujuan dan masih diperlukan klarifikasi posisi kepala daerah.

2. Kutai Tengah di Kutai Kartanegara. Statusnya memiliki harapan untuk dimekarkan menjadi DOB karena terdapat dorongan antusias dari kepala daerah dan kepala DPRD.

3. Kutai Utara. Statusnya disebutkan yang paling mungkin lolos dimekarkan karena sudah mendapatkan persetujuan kepala daerah dan DPRD, hanya perlu menunggu persetujuan pusat.

4. Benua Raya. Statusnya dikatakan hampir pasti gagal, sebab DPRD tidak setuju meski tokoh masyarakat mendukung.

5. Paser Selatan. Statusnya memiliki prospek bagus, dan mendapat dukungan kuat dari DPRD.

6. Paser Tengah. Statusnya kemungkinan kecil untuk dimekarkan.

7. Sangkulirang. Statusnya didukung oleh bupati setempat dan hanya perlu menunggu pemenuhan syarat administratif yang dibutuhkan.

8. Samarinda Baru. Di nana statusnya dikabarkan tidak ada harapan karena mendapat lenolakan dari wali kota, sehingga membuat DOB ini tak bergerak.

Ia mengingatkan bahwa 70 persen usulan DOB di Indonesia tidak memenuhi syarat kemampuan fiskal, berdasarkan survei Kemendagri.

Namun, ia optimis, jika DOB dijalankan dengan prinsip pelayanan publik, maka daerah akan merasakan manfaat nyata.
Andi Sofyan menegaskan, Komite I DPD RI tidak memilah-milah usulan DOB secara politis.

“Kami hanya membantu pengumpulan dokumen administrasi. Kalau syarat tidak terpenuhi, ya tidak bisa dilanjutkan,” katanya.

“Ini adalah ketulusan saya untuk mengurus DOB. Saya jamin, selama saya masih di Komite I, saya akan berkomitmen penuh menyuarakan kepentingan daerah,” pungkas Andi. (SH)

Loading