Presiden Prabowo Bebaskan Tom dan Hasto: Sorotan Tajam pada Supremasi Hukum
Portalkaltim.com, Kutai Timur — Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto memberikan abolisi, yaitu penghapusan seluruh proses hukum kepada mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), yang menjabat pada tahun 2015–2016, dan sempat dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara serta denda sebesar Rp750 juta.
Keputusan ini diumumkan setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui surat permohonan dari Presiden RI Ke-8 itu pada Kamis (31/7/2025), dan diteruskan secara resmi ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pada Jumat, (1/8/2025) malam, Tom Lembong secara resmi keluar dari Lembaga Permasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta dan didampingi oleh istrinya, para pengacara, serta para pendukung keadilan.

Tom Lembong menyatakan perasaan lega karena bisa kembali menghirup udara bebas. Ia mengatakan pembebasannya bukanlah akhir, tapi awal dari tanggung jawab baru untuk memperjuangkan sistem hukum yang lebih adil dan transparan.
“Malam ini saya kembali menghirup udara bebas, saya sekarang dapat kembali ke rumah, dapat berkumpul lagi dengan keluarga tercinta,” ujar Tom Lembong di depan LP Cipinang.
Kuasa hukumnya menyebut abolisi tersebut sebagai pengakuan bahwa proses hukum sebelumnya bermuatan politik, dan bukan karena bukti korupsi substansial yang ia (Tom Lembong) lakukan.
Tom Lembong sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Selasa (29/10/2024) lalu, atas dugaan penyalahgunaan wewenang terkait impor gula ketika ia menjabat di era periode pertama pemerintahan Presiden RI Joko Widodo. Penetapan itu pun dinilai oleh tim hukumnya sebagai kasus yang dibesar-besarkan karena motivasi politik .
Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa pertimbangan utama pemberian abolisi adalah kepentingan negara, persatuan nasional, serta kontribusi positif Lembong terhadap bangsa. Apalagi Indonesia akan memperingati Hari Ulang Tahun Ke-80 di bulan yang sama dengan keluarnya Tom Lembong.
Pada hari yang sama, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto juga resmi dibebaskan dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta setelah Presiden Prabowo mengabulkan permohonan amnesti atas kasus yang menjeratnya.

Amnesti berbeda dengan abolisi, yakni pengampunan yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Akan tetapi, sama-sama menjadi bentuk pengampunan presiden yang menghapus konsekuensi pidana atas tindakan hukum tertentu.
Hasto sebelumnya ditahan karena dituduh menghalangi proses penyidikan kasus dugaan suap Harun Masiku oleh KPK, namun berbagai pihak menilai penetapan itu terlalu cepat dan beraroma politis.
Ia menyampaikan rasa syukurnya sekaligus menyerukan pentingnya memperkuat lembaga hukum agar tak mudah terjebak dalam kepentingan kekuasaan.
“Ini adalah bukti bahwa kebenaran pada akhirnya menemukan jalannya. Amnesti ini bukan semata-mata pengampunan, tapi koreksi atas penegakan hukum yang mulai kehilangan arah,” ujar Hasto di depan Rutan.
Pembebasan dua tokoh politik nasional dalam waktu berdekatan tersebut memunculkan spekulasi serta beragam reaksi publik.
“Seolah sudah menjadi pola yang bisa ditebak, setiap kali ada kasus yang viral, akan muncul figur yang dijadikan pahlawan. Padahal dalam kasus ini, sudah melalui 23 kali persidangan tanpa ditemukan kerugian negara maupun indikasi memperkaya diri sendiri,” ujar salah satu pengguna aplikasi sosial media (sosmed) TikTok melalui akun @Mi_***.
Namun di sisi lain, sejumlah pengamat hukum menilai bahwa penggunaan kewenangan presiden untuk menghapus proses hukum tokoh-tokoh besar bisa berdampak pada merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum.
Pemberian amnesti dan abolisi tersebut memberikan tanda tanya kepada masyarakat, bahwa hukum kita masih sangat rentan dipengaruhi kekuasaan politik. Ini pun menguatkan persepsi publik bahwa hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. (TS)
