Status Lahan Jadi Penghalang Utama Renovasi RS Islam Samarinda, DPRD Kaltim Minta Pemprov Turun Tangan
Portakaltim.com, Samarinda – Upaya revitalisasi Rumah Sakit Islam Samarinda kembali menghadapi hambatan serius, kali ini terkait belum tuntasnya status lahan yang digunakan. Komisi IV DPRD Kalimantan Timur menilai persoalan ini sebagai kunci utama dalam membuka jalan pendanaan eksternal bagi renovasi rumah sakit tersebut.
“Mereka mencoba berkomunikasi dengan sindikasi perbankan. Tapi sindikasi perbankan itu mempersyaratkan, untuk memberikan bantuan pinjaman harus persoalan lahannya clear,” ujar Darlis, Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim.
Ia menekankan bahwa ketidakpastian legalitas lahan menjadi penghambat utama dalam proses akses pembiayaan melalui pinjaman bank. Saat ini, RS Islam Samarinda memerlukan dana sebesar Rp35 hingga Rp37 miliar guna memperbaiki bangunan fisik serta mengganti peralatan medis yang telah usang dan tidak layak pakai.
“Ruangannya juga sudah payah, tidak memenuhi standar untuk sebuah rumah sakit,” tambah Darlis, menyoroti kondisi infrastruktur rumah sakit yang kian memburuk.
Dalam sistem keuangan, lembaga perbankan membutuhkan jaminan aset tetap yang memiliki kejelasan hukum untuk menurunkan risiko kredit bermasalah. Status lahan yang tidak tuntas atau masih dalam sengketa menjadi alasan utama mengapa bank menolak menyalurkan pembiayaan.
Atas dasar itu, Komisi IV mendesak pemerintah provinsi untuk segera turun tangan. “Makanya kita minta mereka berkomunikasi dengan pemerintah provinsi agar ada upaya memberikan pinjam pakainya terhadap lahan itu,” kata Darlis, mendorong agar mekanisme pinjam pakai lahan bisa segera difinalisasi secara administratif dan legal.
Tanpa kejelasan hukum atas tanah yang digunakan, keberlangsungan rumah sakit swasta berbasis yayasan seperti RS Islam Samarinda sangat terancam. Bukan hanya persoalan pembiayaan, tetapi juga kesulitan dalam memperoleh atau memperpanjang izin operasional secara legal dan formal.
“Kalau tidak ada kegiatan medis, izinnya bisa sulit diperpanjang,” ujarnya menegaskan. Pernyataan ini menandakan bahwa selain aspek finansial, keterlambatan pengoperasian rumah sakit juga berisiko menghapus eksistensinya secara hukum di masa depan.