Jahidin Soroti Dugaan Sewa dan Jual Beli Ilegal Aset Pemprov Kaltim: “Lebih Baik Dibongkar Dulu”

Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Jahidin

Portakaltim.com, Samarinda – Praktik sewa-menyewa dan jual beli lahan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang diduga dilakukan tanpa dasar legalitas menjadi sorotan tajam dari DPRD Kaltim. Anggota Komisi III, Jahidin, menyampaikan kekhawatirannya terhadap praktik ilegal ini yang dinilainya bisa menjadi celah pelanggaran hukum serius.

“Kita juga harus mencari tahu siapa yang memperjualbelikan atau menyewakan lahan itu secara tidak sah. Kalau menyewa tanpa legalitas, apalagi bukan pemiliknya, itu harus dibongkar,” tegas Jahidin saat diwawancarai.

Secara hukum, setiap bentuk pemanfaatan atau pengalihan atas lahan milik negara harus mengacu pada ketentuan Undang-Undang serta Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur pengelolaan barang milik daerah. Segala bentuk transaksi informal yang hanya bermodal kuitansi, tanpa dokumen resmi, tidak memiliki kekuatan hukum dan rawan dibatalkan secara sepihak oleh pemerintah.

Lebih jauh, praktik ini bisa memicu sengketa pertanahan di kemudian hari, baik dalam bentuk gugatan perdata oleh pihak yang merasa dirugikan maupun tindak pidana pemalsuan dokumen atau penggelapan aset negara. Oleh karena itu, DPRD menilai perlunya penanganan tegas dan audit menyeluruh terhadap penggunaan lahan milik pemerintah.

“Kita akan dorong pimpinan dewan untuk memanggil semua pemilik KP itu ke DPRD. Opsinya, kalau tidak dibongkar, ya harus setor ke PAD. Tapi prinsip saya: dibongkar dulu,” ungkapnya. Pernyataan ini mencerminkan pendekatan “zero tolerance” terhadap pelanggaran hukum atas aset daerah.

Sikap Jahidin menegaskan bahwa upaya pemulihan aset negara harus menjadi prioritas. Ia menyarankan agar aset yang telah disalahgunakan dikembalikan fungsinya terlebih dahulu, baru kemudian dipertimbangkan mekanisme pemanfaatan legalnya, bila diperlukan.

Praktik penyewaan atau pengalihan tanah negara tanpa izin juga menunjukkan lemahnya pengawasan serta minimnya sosialisasi kepada masyarakat terkait status lahan. Untuk itu, pemerintah daerah didorong memperkuat sistem informasi aset publik dan meningkatkan literasi hukum warga.

“Karena kita belum tahu mereka menyewa kepada siapa. Bahkan, mungkin ada yang melakukan jual-beli di bawah tangan, hanya bermodalkan kuitansi,” tambah Jahidin. Ia menilai kondisi ini sebagai alarm bahaya yang harus segera ditindaklanjuti lewat langkah konkret, termasuk pelibatan kejaksaan atau inspektorat daerah.

Secara ilmiah, pengelolaan aset negara membutuhkan tata kelola yang transparan dan akuntabel, berbasis sistem informasi aset daerah (SIAD). Ketiadaan data resmi atau pembiaran transaksi ilegal bisa menimbulkan kerugian fiskal dan menghambat optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD). Oleh sebab itu, penertiban aset tidak hanya soal legalitas, tetapi juga aspek tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Loading