Jahidin Tegaskan Sewa Lahan Pemprov oleh Oknum Bisa Dipidana: “Kalau Dibiarkan, Generasi Selanjutnya Mengira Itu Sah”
Portakaltim.com, Samarinda – Dugaan praktik penyewaan lahan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur oleh pihak yang tidak berwenang mendapat perhatian serius dari DPRD Kaltim. Anggota Komisi III, Jahidin, memperingatkan bahwa penerimaan uang sewa di luar mekanisme resmi bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
“Terkait kemungkinan adanya kafe atau restoran di sana, tentu saja kalau mereka ingin tetap beroperasi, harus membayar sewa resmi ke kas daerah. Bukan ke oknum,” tegas Jahidin dalam pernyataannya. Ia menyayangkan jika praktik ini telah berlangsung tanpa intervensi hukum dan pengawasan yang memadai.
Menurut Undang-Undang Keuangan Negara dan aturan pengelolaan barang milik daerah, semua pendapatan yang bersumber dari pemanfaatan aset milik pemerintah harus masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui kas daerah. Bila ada oknum yang memungut dan menerima uang sewa tanpa dasar hukum dan tidak disetorkan ke kas daerah, maka hal ini termasuk penyalahgunaan wewenang.
“Kalau diterima oleh pihak tidak berwenang, maka ini bisa masuk ranah pidana. Ini tidak bisa kita biarkan. Kalau dibiarkan, nanti generasi selanjutnya menganggap mereka memiliki lahan itu secara sah,” ujarnya memperingatkan. Ia menyoroti bahwa pembiaran praktik ilegal ini bisa menimbulkan preseden buruk dalam pengelolaan aset negara di masa depan.
Dalam kerangka hukum, tindakan tersebut dapat dijerat melalui pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 3 dan 12, yang berkaitan dengan penyalahgunaan jabatan dan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan merugikan keuangan negara.
Selain ancaman pidana, praktik ini juga merugikan daerah karena berkurangnya potensi pendapatan asli daerah (PAD) yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Oleh karena itu, perlu langkah korektif dari pemerintah dan DPRD agar kasus seperti ini tidak terus berulang.
Jahidin juga mengingatkan pentingnya sistem pengawasan melekat terhadap aset-aset daerah, terutama di lokasi strategis yang rawan dikomersialkan oleh pihak tidak berwenang. “Padahal, berdasarkan pemahaman saya, itu sudah dikomersialkan lebih dari 20 tahun,” ungkapnya. Ia menyiratkan bahwa akar masalah ini bukan hanya pelanggaran hukum semata, tapi juga lemahnya tata kelola yang sudah berlangsung bertahun-tahun.
Secara ilmiah, praktik penyewaan ilegal mencerminkan defisit dalam sistem akuntabilitas publik. Tanpa administrasi aset yang tertib, seperti digitalisasi data dan pemetaan aset berbasis sistem informasi geografis (SIG), pengawasan menjadi sulit dan membuka celah korupsi. Oleh karena itu, tindakan struktural, seperti pembentukan tim audit independen dan integrasi sistem aset berbasis teknologi, menjadi langkah mendesak untuk menyelamatkan aset negara dari penyalahgunaan jangka panjang.
![]()








