Pemanfaatan Teknologi dan Percepatan Pelayanan Publik
Disusun oleh Peserta PKP Angkatan II Tahun 2025, PUSJAR SKPP LAN RI: Rikawati, Edi Suhartono, Rahmat Hidayat, Lusianawati, Rizki Mandala Putra.
Portalkaltim.com, Samarinda – Pelayanan publik merupakan salah satu indikator utama keberhasilan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Di era digital seperti sekarang, pelayanan publik dituntut untuk semakin cepat, transparan, dan akuntabel.
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai pelaksana kebijakan di tingkat daerah memiliki peran strategis dalam mewujudkan pelayanan publik yang responsif dan berkualitas.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi faktor kunci dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.
OPD sebagai ujung tombak pemerintahan daerah dituntut mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Digitalisasi bukan hanya sebuah tren, melainkan kebutuhan untuk menjawab tuntutan masyarakat akan pelayanan yang cepat, transparan, dan akuntabel.
Pemanfaatan Teknologi dalam OPD
Pemanfaatan teknologi di lingkungan OPD mencakup berbagai aspek. Pertama, penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM) seperti SIM Kepegawaian, SIM Barang Milik Daerah, dan SIM Anggaran mendukung perencanaan, pelaporan, serta pengawasan kinerja. Kedua, layanan publik berbasis digital seperti e-KTP, sistem perizinan online (OSS), pelayanan aduan digital, hingga e-Surat telah mempercepat proses birokrasi dan meningkatkan kepuasan masyarakat.
Beberapa OPD juga menyediakan aplikasi berbasis mobile dan website untuk mempermudah akses layanan, serta mendukung transparansi melalui pemantauan proses secara real-time.
Selain itu, integrasi data dan sistem antar OPD dan instansi terkait mempercepat pertukaran informasi, mendukung pengambilan keputusan, serta mencegah duplikasi data.
Dampak Terhadap Percepatan Pelayanan Publik
Pemanfaatan teknologi terbukti mempercepat pelayanan publik dalam beberapa aspek. Digitalisasi mengurangi proses manual, mempercepat waktu pelayanan, serta meminimalisasi human error.
Layanan publik juga menjadi lebih mudah diakses kapan saja dan di mana saja. Sistem digital memungkinkan pengawasan dan audit yang lebih baik, sehingga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Masyarakat pun dapat lebih aktif berpartisipasi dalam menyampaikan aspirasi dan mengawasi kinerja layanan pemerintah.
Permasalahan dalam Implementasi Teknologi
Namun, penerapan teknologi dalam pelayanan publik tidak lepas dari berbagai kendala. Permasalahan yang umum ditemui antara lain:
a. Infrastruktur TIK yang belum merata, terutama di daerah terpencil.
b. Kualitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) OPD yang masih rendah dalam pengoperasian sistem digital.
c. Kurangnya integrasi antar sistem informasi yang menyebabkan data terfragmentasi.
d. Kesenjangan literasi digital masyarakat, sehingga layanan digital kurang dimanfaatkan.
e. Isu keamanan siber dan perlindungan data yang belum tertangani dengan serius.
f. Minimnya anggaran untuk pengembangan sistem dan aplikasi digital.
Analisis Permasalahan
Masalah infrastruktur TIK belum merata terjadi karena kurangnya investasi di daerah pinggiran. Akibatnya, layanan digital tidak berjalan maksimal karena terbatasnya akses internet dan perangkat pendukung.
SDM yang belum siap disebabkan belum adanya pelatihan rutin dan sertifikasi kompetensi digital. Pegawai mengalami kesulitan dalam mengoperasikan sistem digital, dan praktik manual masih mendominasi.
Sistem informasi tidak terintegrasi karena pengembangannya dilakukan secara sektoral. OPD menggunakan aplikasi berbeda yang tidak terhubung, menyebabkan pengambilan keputusan menjadi lambat dan rawan redundansi data.
Rendahnya literasi digital masyarakat terjadi karena banyak warga belum terbiasa menggunakan layanan digital. Hal ini membuat layanan digital tidak efektif, dan masyarakat tetap mengandalkan kunjungan langsung ke kantor OPD.
Risiko keamanan siber muncul karena sistem dibangun tanpa perencanaan keamanan matang. Data publik rentan disalahgunakan akibat minimnya regulasi dan audit keamanan.
Minimnya anggaran disebabkan prioritas belanja OPD masih fokus pada operasional dan program rutin, bukan transformasi digital. Perencanaan TIK jangka panjang belum diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan seperti Renja atau Renstra SKPD.
Untuk itu, terdapat beberapa solusi strategis yang dapat diambil sebagai pemecahan masalah antara lain:
a. Penguatan infrastruktur digital melalui peningkatan akses internet, penyediaan anggaran untuk perangkat keras dan lunak, serta kemitraan dengan penyedia teknologi seperti BAKTI Kominfo.
b. Peningkatan kapasitas SDM dilakukan melalui pelatihan dan sertifikasi rutin, mendorong budaya kerja digital, serta pemberian insentif bagi inovasi layanan.
c. Integrasi sistem informasi lintas OPD melalui pembangunan platform terpadu, standarisasi sistem informasi, dan pelibatan Dinas Kominfo sebagai koordinator sistem informasi daerah.
d. Edukasi digital untuk masyarakat dilakukan melalui sosialisasi layanan digital, penyediaan helpdesk di kecamatan, dan pengembangan aplikasi yang ramah pengguna.
e. Perlindungan data dan keamanan sistem dilakukan dengan menyusun kebijakan keamanan, audit sistem berkala, serta pembentukan tim tanggap insiden siber (CSIRT) di tingkat daerah.
f. Penguatan penganggaran untuk pengembangan sistem digital dilakukan dengan memasukkan kebutuhan TIK ke dalam Renstra/Renja, pembangunan aplikasi bersama antar-OPD untuk efisiensi biaya, serta peningkatan kapasitas SDM internal agar tidak bergantung pada vendor.
Terakhir, pemanfaatan teknologi dalam pelayanan publik oleh OPD merupakan langkah strategis untuk mewujudkan layanan yang cepat, efisien, dan transparan.
Meskipun sudah banyak OPD yang mengadopsi sistem digital, implementasinya masih menghadapi tantangan seperti keterbatasan infrastruktur, kompetensi SDM, integrasi sistem, hingga literasi digital masyarakat.
Namun, dengan komitmen pimpinan daerah, dukungan regulasi, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan, percepatan pelayanan publik berbasis teknologi dapat terwujud secara optimal. Tujuan akhirnya adalah menciptakan birokrasi yang adaptif, responsif, dan berorientasi pada kepuasan masyarakat. (SH)
