Olahraga Tradisional Kaltim Naik Kelas, Dispora Perkuat Pembinaan Berbasis Budaya

olahraga tradisional  ( sumpit)

Portalkaltim.com, Samarinda — Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kalimantan Timur terus mendorong penguatan olahraga tradisional, tak hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai bagian dari pembinaan karakter dan potensi prestasi di masa depan.

Dulu hanya dianggap sebagai permainan rakyat yang menghibur, kini olahraga tradisional mulai diposisikan sebagai cabang kompetitif yang mampu bersaing hingga level nasional, bahkan internasional.

Kepala Seksi Olahraga dan Rekreasi Tradisional Dispora Kaltim, Thomas Alva Edison, menjelaskan bahwa akar olahraga tradisional sangat kuat karena lahir dari kultur masyarakat dan diwariskan secara turun-temurun.

“Awalnya, olahraga tradisional hadir sebagai bentuk kegembiraan masyarakat, mempererat hubungan sosial, dan menjadi hiburan rakyat. Tapi sekarang arah pembinaannya sudah berkembang,” ujarnya, Kamis (3/7/2025).

Perubahan paradigma ini tak lepas dari meningkatnya minat masyarakat, serta munculnya berbagai ajang kejuaraan berskala besar. Seiring dengan itu, lembaga penggeraknya pun bertransformasi—dari FORMI menjadi KORMI (Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia), yang kini menjadi induk resmi berbagai cabang olahraga tradisional dan rekreasi.

“KORMI berperan penting menjaga agar olahraga tradisional tetap menjadi milik masyarakat luas, namun juga bisa melahirkan atlet-atlet kompetitif,” kata Thomas.

Dalam struktur pembinaan olahraga nasional, Thomas menjelaskan adanya dua jalur besar: olahraga prestasi dan olahraga masyarakat. Olahraga prestasi bertumpu pada sistem kompetisi berjenjang dan perburuan medali, sementara olahraga masyarakat lebih menekankan aspek partisipasi, kesehatan, dan pelestarian nilai-nilai lokal.

“Olahraga masyarakat fokusnya bukan ke podium juara, tapi ke partisipasi aktif, kebugaran, dan kebahagiaan. Meski begitu, nilainya tak kalah penting dari olahraga prestasi,” jelasnya.

Namun, tidak sedikit cabang olahraga yang kini melintasi kedua jalur tersebut. Cabang seperti panahan dan binaraga, misalnya, bisa eksis dalam event prestasi di bawah KONI maupun dalam versi rekreatif bersama KORMI.

“Pendekatannya yang membedakan. Di KONI bersifat kompetitif, sementara di KORMI lebih inklusif dan partisipatif. Tapi dua-duanya tetap mendorong semangat olahraga,” tambahnya.

Thomas menekankan bahwa transformasi pembinaan olahraga tradisional perlu tetap berpijak pada nilai-nilai budaya lokal. Pelestarian identitas dan karakter bangsa harus menjadi fondasi utama dalam setiap langkah pembinaan.

“Dengan pembinaan yang terstruktur dan dukungan kelembagaan yang kuat, olahraga tradisional bukan hanya bisa bertahan, tapi juga berkontribusi nyata bagi prestasi daerah di tingkat nasional,” tutupnya.

Loading