Dispora Kaltim Tegaskan Peran Sentral dalam Sinkronisasi Kebijakan Pembinaan Olahraga Daerah
Kepala Seksi Olahraga dan Rekreasi Tradisional Dispora Kaltim, Thomas Alva Edison.
Portalkaltim.com Samarinda – Dalam upaya memastikan jalannya pembinaan olahraga di Kalimantan Timur berjalan terarah dan tidak tumpang tindih, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Kaltim kembali menegaskan posisinya sebagai pengendali utama arah kebijakan olahraga di tingkat daerah.
Dengan banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat mulai dari organisasi olahraga hingga Dispora kabupaten/kota koordinasi menjadi kunci utama. Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Olahraga dan Rekreasi Tradisional Dispora Kaltim, Thomas Alva Edison.
“Setiap pelatihan dan pembinaan sudah dibagi sesuai peran masing-masing. Untuk olahraga tradisional, itu tanggung jawab kami. Sementara olahraga prestasi ditangani oleh bidang yang fokus pada peningkatan prestasi. Jadi tidak bisa disamaratakan,” ujar Thomas.
Ia menambahkan, meski beberapa organisasi seperti KONI, KORMI, NPC, BAPOMI, dan BAPOPSI memiliki otonomi dalam pelaksanaan program, Dispora tetap menjadi titik kendali utama, terutama dalam penyaluran dan pengawasan penggunaan anggaran hibah.
“Dana hibah memang disalurkan melalui kami ke organisasi-organisasi tersebut, tapi tetap berada dalam pengawasan kami. Koordinasi tetap wajib agar tidak terjadi tumpang tindih program maupun pemborosan anggaran,” tegasnya.
Thomas menjelaskan, anggaran yang tersedia terbagi dua: anggaran murni yang langsung dikelola Dispora dan anggaran hibah yang disalurkan ke organisasi olahraga. Meski begitu, perencanaan strategis tetap dikoordinasikan oleh Dispora sebagai lembaga pemegang kebijakan.
“Kami bukan sekadar fasilitator, tapi pengarah kebijakan. Dispora adalah poros. Semua program harus selaras dengan visi besar pembangunan olahraga daerah,” tambahnya.
Dalam implementasinya, Dispora kabupaten/kota tetap menjalankan pelatihan di wilayah masing-masing. Namun, untuk menjaga konsistensi dan arah kebijakan, Dispora provinsi tetap menjalin koordinasi secara intensif dengan daerah.
“Organisasi juga punya ruang menyelenggarakan pelatihan mandiri, tapi arah pembinaan tetap harus dalam koridor kebijakan yang sudah dirancang bersama,” jelas Thomas.
Ia menekankan bahwa keberhasilan pembangunan olahraga daerah tak hanya ditentukan oleh besarnya anggaran, tetapi lebih pada sinergi, pembagian peran yang jelas, dan kerja sama lintas sektor.
“Bukan seberapa banyak pelatihan yang digelar, tapi seberapa sinkron pelaksanaannya dengan kebijakan dan tujuan bersama,” tutupnya.