Dispora Kaltim Ajak Atlet Tinggalkan Pola Pikir Instan
Atlet bela diri Kaltim
PortalKaltim.com, Samarinda — Euforia atas pemberian jam tangan mewah bermerek Rolex kepada Tim Nasional Sepak Bola Indonesia oleh Presiden Prabowo Subianto belum lama ini menjadi perbincangan hangat. Namun, di balik sorak sorai itu, terselip suara-suara sumbang dari sejumlah atlet cabang olahraga lain yang merasa iri atas apresiasi tersebut.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga (PPO) Dinas Pemuda dan Olahraga Kalimantan Timur, Rasman Rading, menyampaikan pandangannya dengan tegas. Ia meminta para atlet untuk tidak terjebak pada pola pikir yang berorientasi pada hadiah semata.
“Jangan sampai kita terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat hedonistik. Itu hanyalah iming-iming. Atlet sejati fokus pada pengembangan diri dan proses panjang di balik prestasi,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini.
Menurut Rasman, fenomena iri hati terhadap bentuk apresiasi seperti hadiah mewah seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi atlet dari cabang olahraga lainnya. Ia menilai, jika semangat bertanding hanya digerakkan oleh insentif materi, maka nilai sportivitas patut dipertanyakan.
“Kalau motivasinya hanya hadiah, lalu patah semangat saat tak mendapatkannya, berarti orientasi kita masih salah. Di mana nilai pendidikan? Di mana nilai pembangunan karakter dan kontribusi untuk masyarakat?” katanya.
Ia menambahkan, banyak cabang olahraga yang belum memiliki kehadiran nyata di masyarakat. Tidak dikenalkan di sekolah, tidak dibina di komunitas, bahkan tidak dikenal oleh publik. Hal itu menurutnya menjadi tantangan besar dalam pengembangan olahraga secara menyeluruh.
Rasman mengingatkan bahwa olahraga bukan hanya tentang kemenangan dan piala. Ia mengutip pendekatan tiga pilar keolahragaan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, yaitu: olahraga masyarakat, olahraga pendidikan, dan olahraga prestasi.
“Jika ingin seperti sepak bola, maka cabang lain juga harus menunjukkan kualitas baik dari sisi kompetisi, pembinaan, hingga eksistensi di masyarakat. Prestasi itu bukan tujuan utama, tapi hasil dari proses yang panjang dan terukur,” jelasnya.
Menurutnya, sepak bola memang lebih populer karena telah lama tumbuh dalam ruang publik, mendapat perhatian dari berbagai lapisan masyarakat, dan memiliki sistem pembinaan yang luas.
Rasman berharap para atlet, pelatih, dan organisasi olahraga tidak terlena pada gagasan tentang penghargaan instan. Sebaliknya, mereka harus menanamkan semangat membangun dari dasar, agar setiap capaian yang diperoleh benar-benar bermakna, bukan hanya seremonial semata.
“Kita harus berhenti memandang olahraga sebagai jalan pintas menuju hadiah. Jadikan olahraga sebagai cara membentuk karakter, menginspirasi, dan membangun peradaban,” tutupnya.