DPRD Soroti KPC Gunakan Jalan Nasional, Potensi Rusak dan Picu Macet

Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Jahidin

Portalkaltim.com, Samarinda – Pemanfaatan jalan negara oleh kendaraan berat milik PT Kaltim Prima Coal (KPC) di kawasan Sangatta, Kutai Timur, dinilai menyalahi aturan penggunaan infrastruktur publik. Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Jahidin, menyampaikan kritik tajam terhadap aktivitas tersebut karena belum ada pembangunan jalan pengganti yang dijanjikan.

“Ini dimanfaatkan bahkan sudah hampir satu tahun, tetapi penggantinya saja belum dikerjakan. Nah ini kan suatu penyimpangan yang tentu kita semuanya kita tidak menerima,” kata Jahidin.

Jalan nasional memiliki spesifikasi teknis yang dirancang untuk mengakomodasi arus lalu lintas reguler, bukan kendaraan bertonase besar yang intensitasnya tinggi. Secara teknis, beban berat yang terus-menerus melewati jalan umum dapat mempercepat kelelahan material, menyebabkan deformasi seperti gelombang dan retakan struktural, yang dikenal dalam rekayasa jalan sebagai pavement distress.

Jika tidak ditangani, kerusakan ini dapat berkembang menjadi kondisi yang membahayakan pengguna jalan lain. Beban sumbu kendaraan tambang dapat mencapai puluhan ton, jauh melebihi ambang batas standar untuk jalan umum. Setiap kendaraan berat memiliki load equivalency factor tinggi, artinya satu truk bisa setara dengan ribuan kendaraan kecil dalam hal dampak kerusakan.

Selain itu, keberadaan petugas keamanan KPC yang menghentikan lalu lintas untuk memberi jalan kepada kendaraan perusahaan memperburuk kondisi.

“Setiap kendaraan dari KPC ini menyebrang maka dia di-stop oleh petugas sekuriti dari KPC, sehingga antre beberapa bahkan ada sampai 20 menit baru bisa menggunakan jalanan,” ujarnya.

Dari perspektif keselamatan lalu lintas, penghentian alur jalan tanpa sistem manajemen lalu lintas yang terstandar meningkatkan risiko tabrakan dan menurunkan efisiensi jaringan jalan. Kondisi ini juga melanggar prinsip aksesibilitas yang adil dalam penggunaan fasilitas publik.

Pemerintah daerah dan pihak terkait didorong untuk meninjau kembali kebijakan pemberian akses jalan nasional kepada pelaku industri, terutama jika belum ada kompensasi berupa infrastruktur pengganti. Dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan, membangun jalan alternatif adalah bentuk mitigasi dampak negatif terhadap publik.

Jahidin pun menekankan pentingnya menjaga jalan nasional sebagai urat nadi perekonomian masyarakat. “Jalan nasional itu sarana utama untuk masyarakat. Harus dijaga fungsinya, jangan sampai diganggu oleh kepentingan bisnis,” tegasnya.