Sangatta – Pada perubahan paradigma pembangunan di Kutai Timur (Kutim), Wakil Ketua Komisi C DPRD Kutim, Jimmi mengungkapkan bahwa pertambangan tidak lagi menjadi penopang utama untuk biaya pembangunan daerah, yang berlaku mulai tahun 2030.
Menurut Jimmi, pemetaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapennas) menunjukkan bahwa potensi pertambangan di Kutim tidak lagi dianggap sebagai sumber utama.
“Selama ini, 95 persen pembiayaan daerah kita berasal dari sektor pertambangan,” kata Jimmi.
“Kami berharap untuk beralih fokus pada pembangunan sarana dan prasarana terutama untuk perkebunan, pertanian, pariwisata, pendidikan, dan sektor lainnya selain sumber daya mineral,” tambah Jimmi.
Selanjutnya, Jimmi menekankan pentingnya Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mendukung pembangunan, meskipun sumber daya alam yang tersedia terbatas.
“SDM menjadi penentu utama pembangunan, dan jika kita dapat memaksimalkan potensi SDM, pembangunan akan merata meskipun sumber daya alam terbatas,” paparnya.
Terkait infrastruktur, Jimmi menyoroti upaya untuk meningkatkan aksesibilitas daerah di Kutai Timur.
“Kami masih dianggap terisolir di pusat, terutama karena mayoritas wilayah kami adalah wilayah transmigran,” ujarnya.
“Maka dari itu, kami berupaya untuk membuka pintu isolasi, seperti pengembangan pelabuhan, dan memastikan akses antar kecamatan terhubung dengan baik,” jelasnya.
Selain itu, Jimmi juga menyoroti potensi lahan yang belum dimanfaatkan di Kutim. Menurutnya, Kutim memiliki lahan seluas lebih dari 3,5 juta hektar, di mana 1 juta hektar diantaranya dapat digunakan untuk perkebunan.
Ia berharap Pemerintah Pusat dapat mendorong investasi guna memanfaatkan sisa lahan yang masih belum dimanfaatkan.ADV